"Bagaimana soalnya?" Tanya si Sam
"Demikian," Jawab si Nur." Pukul 12 jarum pendek dan jarum panjang berimpit. Pukul berapa kedua jam itu berimpit pula, sesudah itu?"
"Ah, jalan hitungan yang semacam ini, hampir sama dengan jalan hitungan yang telah kuterangkan dahulu kepadamu,' jawab si Sam, "yaitu perjalanan orang yang berjalan kaki dan naik kuda. Yang terutama harus kau ketahui pada hitungan yang sedemikian ini, ialah jarak dari angka XII ke angka XII, pada jam kalau lingkaran itu dibuka dan dijadikan baris yang lurs. Berapa?"
Si Nur terdiam, sebagai berfikir.
"Begini. Cobalah pinjami aku batu tulismu itu" kata si Sam pula, seraya mengambil batu tulis si Nur dan membuat sebuah garis yang panjang di atasnya.
Sejenak kemudian si Nur menjawab, "60 menit."
"Benar, 60 menit atau 60 meter atau 60 pal, sekaliannya itu sekadar nama saja. Panjang yang 60 menit antara dua angka XII di jam, boleh kita samakan, dengan panjang jalan yang 60 km, antara dua buah negeri, misalnya antara negeri P dan M. Sekarang manakah yang lebih cepat, jalan jarum panjangkah atau jarum pendek?" tanya Sam pula.
Tentu jerum panjang," jawab si Nur.
"Nah jarum panjang itu misalkanlah si A, yang menunggang kuda dari P ke M, dan jarum pendek adalah si B, yang berjalan kaki dari P ke N." Kata si Sam. "Sekarang berapakah kecepatan perjalanan kedua jarum itu?"
Jarum panjang 60 menit sejam dan jarum pendek 5 menit," jawab si Nur.
Jadi berapa perbedaan perjalanan kedua jarum itu dalam sejam?"
"55 menit," jawab si Nur.
"Nah, suruhlah kedua mereka itu sama-sama berangkat! si A dan P ke M, dan si B dari P ke N," kata si Sam pula.
"O, ya, benar, benar!" kata si Nur, "sekarang mengertilah aku."
"Ya, kalau tahu rahasia hitungan, mudah benar mencarinya, bukan?"
"Benar, Terima kasih, Sam!" kata anak perempuan tadi sambil melihat ke hadapan. "Hai, dengan tiada di ketahui, kita telah sampai ke rumah.".
Ketika itu berhentilah bendi tadi dimuka sebuah rumah kayu, bercat putih dan beratap genting, yang dihiasi sebagai rumah Belanda. Anak perempuan tadi turun dari kendaraan Pak ALi, lalu hendak masuk ke rumah ini.
"O ya, Nur, tunggu sebentar," kata si Sam. "Hampir lupa aku, Tadi, waktu keluar bermain-main, aku telah bermufakat dengan si Arifin dan si Bahktiar, akan pergi esok hari ke gunung Padang, bermain-main mencari jambu Keling, sebab hari Ahad sukakah engkau mengikut?"
Tentu sekali suka, Sam," jawab si Nur dengan girang." Tetapi aku harus minta izin dahulu kepada ayahku. Jika dapat, nanti petang kukabarkan kepadamu."
"Baiklah. Tetapi kalau engkau ikut serta, hendaklah kaubawa apa-apa, yang dapat kita makan bersama-sama di sana. Perjanjian kami tadi, Si Arifin membawa air seterup dan aku membawa roti. Kalau boleh, aku hendak meminjam bedil angin si Hendrik, supaya dapat berburu pula sekali, kalau-kalau ada burung di sana."
"Alangkah senangnya! Kalau diizinkan aku mengikut, nanti akan kupikirkan apa yang baik kubawa," jwab si Nur.
"Baiklah. Tabik, Nur!"
"Tabik, Sam!"
Setelah itu bendi yang membawa kedua anak muda ini, masuk ke dalam pekarangan rumah si Sam, yang letaknya di sebelah rumah yang dimasuki anak perempuan tadi. Ketika anak laki-alki ini sampai ke rumahnya, kelihatan olehnya di muka rumahnya, ada sebuah kereta berhenti dan ayahnya duduk bertutur dengan seorang tamu, di beranda muka.
Sebelum diteruskan cerita ini, baiklah diterangkan lebih dahulu, siapakah kedua anak muda yang telah kita ceritakan tadi, karena merekalah kelak yang acap kali akan bertemu dengan kita, di dalam hikayat ini.
Anak laki-laki yang dipanggil Sam oleh temannya tadi, ilah Samsulbahri, anak Sutan Mahmud Syah, Penghulu di Padang, seorang yang berpangkat dan berbangsa tinggi. Anak ini telah duduk di kelas 7 sebuah Sekolah Belanda Pasar Ambacang. Oleh sebab ia seorang anak yang pandai, gurunya telah memintakan kepada Pemerintah, supaya ia dapat meneruskan pelajarannya pada Sekolah Dokter Jawa di Jakarta.
Ia bukannya seorang yang pandai saja, tingkah lakunyapun baik; tertib, sopan santun, serta halus budi bahasanya. Lagi pula ia lurus hati dan boleh diipercayai. Walaupun ia rupanya sebagai seorang anak yang lemah lembut, akan tetapi jika perlu, tidaklah takut menguji kekuatan dan keberaniannya dengan siapa saja; lebih-lebih untuk membela yang lemah. Dalam hal itu, tidaklah ia pandang memandang bangsa ataupun pangkat. Itulah sebabnya ia sangat dimalui teman-temannya. Kalau tak ada alangan apa-apa, tiga bulan lagi berangkatlah Samsulbahri ke tanah Jawa, untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi.
Post a Comment for ""Bagaimana soalnya?" Tanya si Sam"